Selasa, 18 Juli 2017

SEJARAH AWAL KOPI ARABIKA SEMENDO

Cahya Alam di tanah Semende. 


Lantunan shalawat menyambut pagi di Desa Datar Lebar, Kecamatan Semende Darat Ulu (SDU), pertanda bagi perayaan Isra’ Mi’raj di kampung ini. Masyrakat Semende bukan hanya terkenal religius tetapi juga begitu berkerabat dengan alam. Apa yang alam berikan – termasuk Kopi – jadi modal mereka menyambung kehidupan. Di tempat ini pula, kami (kru kedai Coffeephile) menelusuri jejak Kopi Arabika Semende. Layaknya permata yang terhampar di Bukit Barisan.
 
suasana di desa cahaya alam 


sesepuh desa sedang bersantai di pagi hari 

pak malai pelopor kopi arabika semendo



Kehadiran Kopi Arabika seolah menyempil di tengah penguasaan Kopi Robusta di Sumsel, khususnya Semende. Di awali dengan tradisi masyarakat semende yang religius, mencari ilmu agama sampai ke tanah aceh (serambi mekah), Dibawa beberapa kg kopi biji mentah pertama kali oleh seorang warga semende  sepulang belajar ilmu agama di Aceh pada tahun ’90an, Kopi yang khas dengan lancip daunnya ini tidak seketika mendapat perhatian dari petani setempat. Pak Malai (73), sebagai petani yang disegani di kampungnya, Desa Cahya Alam, tak lantas patah arang. Hingga akhirnya, pada tahun 1996, bermodalkan 14 bibit yang dirawat lima tahun sebelumnya, Kopi Arabika berhasil menancapkan sejarahnya di tanah Semende.

kopi arabika petik merah 
Tercatat hingga 3000-an pohon Arabika yang tersebar di beberapa Desa di SDU, namun saat ini produksi biji hanya terfokus di dua Desa, Yakni Desa Cahaya Alam – tanah kelahirannya – dan Desa Segamit. Mengapa demikian? Hasil obrolan kami dengan ketua Koperasi Meraje cum Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Sumsel, Pak Mulustan, mengungkap adanya masalah konsistensi di tingkat petani. Dari puluhan kelompok tani yang dijaring pada awal proyek ekspor Kopi Arabika Semendo, tidak ada yang bertahan, melainkan hanya 4-6 kelompok saja.

Pak Mulustan merasa kecewa dengan ulah “nakal” petani yang menyalahi prosedur. Sebut saja, petik buah kopi mentah hingga mencampur biji Arabika dengan Robusta untuk menambah bobot gelondong kopi. Maklum, berkat proyek ini, Kopi Arabika Semendo mendapat nilai jual cukup baik, melampaui kopi robusta. Demi menjaga kepercayaan eksportir, Pak Mulustan terpaksa memangkas beberapa kelompok tani hingga tersisa Pak Fahmi dan Tengku Afif yang kini mewakili kelompok tani di desany masing-masing.
 
pak mulustan dan petani 
Dari cerita sebelumnya, kami mulai memahami bahwa rantai produksi biji arabika semendo melibatkan dua pihak, yakni petani dan koperasi melalui Unit Pengolahan Hasil (UPH). Metode pengolahan adalah metode basah (wet process) – link — (http://bincangkopi.com/natural-washed-honey-processed/). Dengan prosedur seperti tertera pada diagram ini:


Cita rasa kopi yang ditanam di ketinggian 1400-1700 mdpl ini begitu menarik. Seperti saudara jauhnya di Aceh, Kopi Arabika Semendo memiliki rasa karamel, vanila dan keasaman yang lembut. Metode basah dalam produksi biji menghasilkan body yang tidak begitu pekat, rasa akhir yang ringan, dan oh iya, ada aroma jeruk squash dan terkadang muncul wangi bunga-bunga yang muncul di awal seduhan. Sulit dijelaskan kalau tidak mencobanya sendiri, karena kami pikir, lidah setiap orang belum tentu sama.



surau dusun datar lebar
Mimpi tentang Kopi Arabika Semendo sebagai komoditas khas Sumsel yang mendunia masih jauh membentang. Dengan keterbatasan infrastruktur, serta kesadaran petani yang perlu dibangun. Pak Mulustan dan kawan-kawan tetap berjuang agar lima tahun mendatang lebih dari 60% dataran tinggi Semende akan ditanami Kawe Arabika. Kita semua bisa membantu perjuangan beliau, tanpa perlu meninggalkan kota dan kesibukan kita di Palembang, cukup dengan datang ke kedai Coffeephile – Plaju (link). Sesapi aroma dan semangat di balik cangkir Kopi Arabika Semendo dan jangan lupa ceritakan nikmatnya kepada handai taulan, begitu mudahnya bukan? (mal).

ARABIKA SEMENDO DI BUMI SRIWIJAYA (SUMATERA SELATAN )



MEMPERLIHATKAN PROSES KOPI ARABIKA SMEENDO, MULAI DARI PEMETIKAN SAMPAI DENGAN PENGEMASAN KOPI BIJI MENTAH (GREAN BEAN).

Jalan yang di tempuh menuju ke kebun sepanjang 7-8km dari rumah petani, jika pergi berjalan kaki waktu yang di tempuh kisaran 2/3jam perjalanan. Dan apabila pergi menggunakan motor dengan rantai di roda (motor jambrong) waktu yang di tempuh hanya 45/50 menit saja.
kebun dengan ketinggian 1650-1700 mdpl ini terletak di desa cahaya alam.

petani arabika semendo sudah melakukan proses paska panen sesuai Standar Operasional Paska Panen (SOPP), mereka telah melakukan petik merah, sortasi, pengupasan kulit manis dan fermentasi serta menjemur dengan para-para.
PROSES PEMETIKAN 

SORTASI BUAH MERAH DAN HIJAU

PERAMBANGAN ATW SORTASI AIR 

SORTASI KULIT MANIS

PENJEMURAN BIJI TANDUK/HS

VIDEO KUALITAS OK. ===> https://www.youtube.com/watch?v=PCopYbm0pbA

Robusta Sumsel (Sumatera Selatan) PRIMADONA Tak Bersuara

ROBUSTA mendengar kata itu masyarakat sumatera selatan pada umum sudah pasti mengetahui bahwa itu adalah sebutan untuk kopi, di Sumatera Selatan sendiri kopi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari pagi hari sebagai pendamping sarapan pagi, sampai ke-malam hari sebagai teman untuk begadang  (re:siskamling), masyrakat di Sumatera Selatan.



Sedangkan dalam hal industri kopi nasional, kopi asal Sumatera Selatan acapkali dipandang sebelah mata, dalam hal citarasa dan reputasi yang rendah. Meski sempat menjadi primadona pada saat VOC berkuasa, kopi Sumatera Selatan saat ini tak punya nama di mata konsumen nasional.
Padahal dalam hal kuantitas produksi kopi asal sumatera selatan menduduki pringkat no 1, dengan luas lahan 254.374 HA dengan kapasitas produksi mencapai 147.090 TO, (angka estimasi tahun 2015). (sumber : Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kopi 2013 – 2015).

Perkebunan kopi robusta di sumatera selatan tersebar di bebrapa daerah kabupaten, dan  kota, meliputi daerah dataran tinggi bukit barisan membentang dari barat ke timur sumatera selatan, yaitu kabupaten Empat Lawang, kabupaten Lahat, kota Pagar Alam, kabupaten Muara Enim, kabupaten OKU, OKU Selatan, dan OKU Timur. Atau biasa di kenal dengan dataran tinggi Besemah Libae dan Semende Panjang.
sumber : antaranews.com 
Akan tetapi potensi yang begitu besar tidak didukung dengan kualitas kopi robusta yang dihasilkan, Biji kopi robusta Sumsel yang dipanen asalan dan pasca panen yang serampangan makin memperparah citra buruk yang disematkan terhadap kualitas kopi robusta asal bumi sriwijaya.
Biji kopi robusta yang dikeringkan di atas aspal dan dilindas oleh ban mobil bukanlah yang diinginkan oleh konsumen dunia.
Parahnya, mayoritas petani kopi robusta Sumsel ‘disinyalir’ melakukannya.
Meskipun ada sebagian kecil yang telah tercerdaskan untuk memperbaiki mutunya, dampaknya telah terlanjur viral.
Stereotipe kopi robusta aspal atau kopi robusta karet ban menjadi julukan yang menakutkan yang menghambat perkembangan kopirobusta asal Sumatera Selatan. Memperbaiki citra yang terlanjur hancur bukanlah hal yang sederhana, tapi juga bukan hal yang tidak mungkin.
Selama ada keinginan untuk dapat berubah menjadi lebih baik, maka selalu ada jalan.
Penerapan prosedur Good Agriculture Practices (GAP) menjadi solusinya.
GAP adalah penerapan sistem proses produksi pertanian yang menggunakan teknologi ramah lingkungan dan berkelanjutan, sehingga produk panen aman konsumsi, kesejahteraan pekerja diperhatikan dan usaha tani memberikan keuntungan ekonomi bagi petani.
Pengolahan kopi robusta yang baik mulai dari pemetikan hingga proses pengeringan yang ‘manusiawi’ adalah yang perlu dilakukan oleh petani kopi robusta Sumsel agar citra kopi robusta  bumi Sriwijaya kembali jaya.
Menurut Pusat Kajian Sosial Ekonomi Kebijakan Pertanian dan Pedesaan, Litbang Kementerian Pertanian Republik Indonesia, GAP merupakan salah satu barrier yang harus ‘ditembus’ untuk dapat berkecimpung dalam perdagangan Internasional.
Dengan berpartisipasi dalam International Trading, kopi Sumsel bakal punya nama.

Seperti kopi Gayo asal Aceh yang berjaya di Amerika dan kopi Toraja yang terkenal di negeri matahari, Jepang.

Mengenal Citarasa Kopi



Jika mendengar kata ‘Kopi’, apa yang terbayang dalam benak anda ? Warnanya hitam, harum, dan pahit. Hanya itu kah ?

Untuk orang awam, mungkin hanya jawaban itu yang bisa diberikan. Namun bagi anda yang mengaku sebagai pencinta kopi, jawaban tersebut belumlah cukup. Banyak hal yang bisa di deskripsikan dari secangkir kopi, terutama tentang citarasanya, citarasa kopi.

Citarasa adalah sebuah pengalaman yang didapatkan oleh seorang cupper(pengecap) kopi saat pertama kali mencicipi sebuah kopi.
Dalam melakukan cupping (uji citarasa) terdapat beberapa komponen yang penting diperhatikan, diantara Fragrance (bau kopi bubuk kering), aroma(bau sedap), flavor (rasa khas kopi), body (kekentalan), acidity (rasa asam nikmat), bitterness (rasa pahit), dan sweetness (rasa manis). 
Secara khusus, Mahdi Usanti seorang Q Grader menjelaskan tentang komponen citarasa adalah sebagai berikut :

Aroma :
Aspek aroma mencakup Fragrance (bau dari kopi ketika masih kering) dan aroma ( bau dari kopi ketika diseduh dengan air panas). Seseorang dapat menilai kriteria ini dengan dalam tiga tahap dalam cupping, yaitu ; Mencium bubuk kopi yang berbeda dalam mangkok sebelum di tuang dengan air. Mencium aroma saat mengaduk permukaan kopi seduhan mencium aroma kopi saat kopi sudah larut Kualitas aroma yang khusus seperti pengaruh dari aroma kering, saat diaduk dan aroma kopi setelah kopi larut.

Flavour :
Flavour menunjukan sifat khusus antara aroma pertama kali dicium dengan acidity dan diakhiri dengan after taste. Flavour merupakan kombinasi yang di rasakan pada lidah dan aroma uap pada hidung yang mengalir dari mulut ke hidung, misal flavour fruity, honey, herb, dan spicy. Nilai yang di berikan untuk flavour harus meliputi pengaruh , kualitas dan kompleksitas dari gabungan rasa dan aroma saat kopi diseruput ke dalam mulut dengan kuat sehingga melibatkan seluruh langit-langit mulut dalam menilai.
After taste :
After taste adalah lama bertahanya suatu flavour positif (rasa dan aroma) yang berasal dari langit-langit belakang mulut dan bertahan setelah kopi dibuang atau ditelan.

Acidity :
Acidity sering digambarkan sebagai rasa asam yang jelas enak, atau masam jika tidak enak. Acidity yang baik menggambarkan kopi yang enak, manis dan seperti rasa buah segar yang langsung dirasakan pada saat kopi diseruput. Acidity yang terlalu dominan dikategorikan tidak enak dan tidak sesuai sebagai contoh untuk menilai flavor.

Body :
Body didasarkan pada rasa ketika cairan masuk kedalam mulut khususnya antara lidah dan langit-langit mulut. Kebanyakan contoh dengan body yang kental mendapat nilai yang tinggi. Beberapa contoh dengan body yang ringan juga dapat memiliki rasa yang enak di mulut. Kopi yang memiliki body yang kental seperti kopi sumatra atau kopi yang memiliki body ringan seperti kopi Mexico menjadi acuan walaupun berbeda.

Balance :
Semua aspek flavor, after taste,acidity, body yang seimbang pada sampel kopi disebut balance. Jika salah satu aspek ada yang kurang atau melebihi pada contoh mengakibatkan nilai balance akan berkurang.

Sweetness :
Adalah adanya rasa manis yang menyenangkan karena kopi mengandung karbohidrat. Lawan dari manis dalam konteks ini adalah sour, astringent atau mentah. Sweetness ini tidak seperti rasa sukrosa yang ditemukan dalam minuman ringan soft drink.

Jadi, sekarang kita tahu, kopi bukan sekedar hitam, harum, dan pahit. namun masih banyak citarasa yang bisa kita eksplorasi dan pelajari lebih jauh.



x

SEJARAH AWAL KOPI DI DUNIA

Sejarah kopi mencatat asal muasal tanaman kopi dari Abyssinia, suatu daerah di Afrika yang saat ini mencakup wilayah negara Etiopia dan Eritrea. Kopi menjadi komoditas komersial setelah dibawa oleh para pedagang Arab ke Yaman. Di jazirah Arab kopi popular sebagai minuman penyegar.
Kopi dalam bahasa arab disebut sebagai “Qahwahin” yang berasal dari bahasa Turki“Kahveh” yang kemudian menyebar ke daratan lainnya menjadi kata kopi yangsekarang kita kenal. Dalam bahasa Jerman disebut sebagai “Kaffee”, Inggris “Coffee”,Perancis “CafĂ©”, Belanda “Koffie” dan Indonesia “Kopi”.Sejarah tentang kopi pada dasarnya memang belum bisa dipastikan.
Beberapa ahli berusaha menelusuri jejak perjalanan kopi dan mereka mendapatkan bahwa kopi pada awalnya tumbuh di dataran Afrika Timur (Ethiopia). Pada masa itu, muncul legenda bahwa kopi ditemukan oleh para penggembala kambing yang mereka sebut sebagai “Kaldi”. Mereka curiga dengan kotoran kambing yang memakan buah dan keluarbijinya. Akhirnya mereka mencba sendiri memakan buah itu. Dan merasakan adanya tambahan energi, sehingga berita itu menyebar sampai ke mana-mana. Kopi kemudian dibawa ke wilayah Arab, dan mulai ditanam pertama kali di Yaman. Setelah itu kopimulai masuk ke Turki, dari sini kopi mulai di bakar dan di tumbuk untuk dibuat minuman seperti yang kita kenal sekarang ini.
Selain dari legenda kaldin, Konon di kota Mocha, Yaman, hidup seorang tabib sekaligus sufi yang taat beribadah, namanya Ali bin Omar al Shadhili. Omar terkenal sebagai tabib handal yang bisa menyembuhkan penyakit dengan memadukan tindakan medis dan do’a. Namun sepak terjang Omar tidak disukai oleh penguasa lokal. Dengan berbagai intrik Omar digosipkan bersekutu dengan setan untuk menyembuhkan pasiennya. Akhirnya masyarakat kota Mocha mengusir Omar ke luar kota.
Setelah terusir dari kota, Omar berlindung di sebuah gua yang ia temukan dalam perjalanan. Ia mulai kelaparan dan menemukan buah beri berwarna merah. Omar memakan buah itu untuk mengusir rasa laparnya. Karena rasanya pahit, ia mulai mengolah buah itu dengan cara memanggang dan merebusnya.
Namun biji kopi yang telah diolah Omar tetap tidak bisa dimakan. Ia pun hanya bisa meminum airnya. Tak disangka air yang ia minum memberikan kekuatan ekstra. Singkat cerita, air seduhan yang dibuat Omar mulai terkenal. Banyak orang yang memintanya kepada Omar. Hingga fenomena terdengar penguasa kota. Kemudian Omar dipanggil kembali untuk tinggal di kota. Obat mujarab berupa cairan hitam tersebut disebut dengan nama Mocha
Di masa-masa awal bangsa Arab memonopoli perdagangan biji kopi. Mereka mengendalikan perdagangan lewat Mocha, sebuah kota pelabuhan yang terletak di Yaman. Saat itu Mocha menjadi satu-satunya gerbang lalu-lintas perdagangan biji kopi. Saking pentingnya arti pelabuhan tersebut, orang-orang Eropa terkadang menyebut kopi dengan nama Mocha.


Memasuki abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkan perkebunan kopi sendiri. Mereka membudidayakan tanaman kopi di daerah jajahannya yang tersebar di berbagai penjuru bumi. Salah satunya di Pulau Jawa yang dikembangkan oleh bangsa Belanda. Untuk masa tertentu kopi dari Jawa sempat mendominasi pasar kopi dunia. Saat itu secangkir kopi lebih popular dengan sebutan “cup of java”, secara harfiah artinya “secangkir jawa”.


Kamis, 13 Juli 2017

kopi arabika semendo dari sumatera selatan (sumsel) paling enak dengan metode seduh V60 ala bang Wildan

Siapa yang tidak kenal dengan kopi tubruk? “tubruk” adalah metode paling simpel untuk menikmati secangkir kopi – cukup dengan air panas dan bubuk kopi. Tidak sulit mengira bahwa metode seduh ini adalah yang tertua dan begitu mengakar dengan tradisi ngopi di nusantara. Jauh sebelum orang italia berbangga dengan espresso dan aneka minuman turunannya . Tidak Cuma sampai di situ, metode tubruk juga menjadi standar dari asosiasi kopi di dunia untuk penilaian cita rasa kopi saat ini.
Eits, bukan berarti kita harus fanatik dengan metode seduh tertentu ya, Pada dasarnya semua metode seduh punya keunikan masing-masing dan yang paling penting adalah bagaimana metode tsb memberikan sensasi berbeda di lidah peminumnya. Hal inilah yang membuat Barista asal bekasi yang akrab disapa Bang Wildan begitu menggandrungi berbagai metode seduh, khususnya yang berbasis manual dengan teknik pour over*.
Metode seduh manual menjadi semacam lagu kemerdekaan bagi para penikmat kopi seperti Bang Wildan, pasalnya metode ini memberi warna-warni tersendiri bagi seduhan kopi. “Bagi saya gak ada istilah kopi yang ga enak, Semua bergantung selera, dan standar kita masing-masing.” Begitu juga dengan teknik pourover yang memiliki ruang berkreasi yang begitu luas. Tak hanya untuk urusan seni, metode seduh ini bisa jadi sarana untuk menampilkan potensi terbaik dari biji kopi Sumatera Selatan.
Di tengah hangatnya suasana malam, bang Wildan yang asli Aceh ini dengan senang hati membeberkan resepnya kepada kru coffeephile untuk menghasilkan seduhan nikmat Kopi Arabika Semendo dengan Hario V60. Dan…Ini dia poin-poinya:
  • Timbang biji kopi sebanyak 20 gr
  • Lipat filter (saringan) kertas, tempatkan pada dripper V60 lalu bilas dengan air panas – untuk menghindari rasa kertas pada seduhan kopi.
  • Buang air bilasan, bubuk Kopi Arabika Semendo ditempatkan pada filter – tingkat kehalusan agak kasar (medium to coarse)
  • Dengan ceret leher angsa, tuang air mendidih (suhu 88-90C) ke atas bubuk Kopi Arabika Semendo secara merata dengan pola melingkar dari luar ke dalam
  • Untuk permulaan, tuangkan sedikit air agar biji kopi mekar (blooming). Nah, setelah 15-20 detik kemudian, air dituangkan sampai volume di dalam gelas server mencapai 300 ml
Selalu sediakan timer ya, karena proses ini sebisa mungkin gak boleh lewat dari 4 menit – hasilnya bisa overextracted alias pahit kata abangnya.
bang wildan barista lampung
Dengan piawai, Bang Wildan mengisi cangkir demi cangkir dengan Kopi Arabika Semendo hasil seduhannya. Aroma jeruk dan karamel yang menyeruak benar-benar memberi kejutan sendiri bagi semua kru coffeephile. Cita rasa asam yang menyegarkan dari kopi yang ditanam di ketinggian 1600 mdpl di Kabupaten Muara Enim ini – begitu tampak dari sesapan pertama. Metode seduh pourover bukan cuma atraktif tapi juga mengeluarkan karakter kopi yang membuat kopi tak sekedar minuman berkafein, Thumbs up buat Bang Wildan.
Sebelum pamit, Bang Wildan memberi kesimpulan dari hasil “pengajian kahwah” malam ini. Pertama, bahwa apa yang dilakukan para barista hanya memberi peran seuprit dalam menghasilkan secangkir kopi nikmat. Pesan bang Wildan ini tentu bukan sekedar basa-basi doang lho. Pola tanam dan pasca panen lah yang memberi kontribusi paling besar bagi pembentukan cita rasa kopi – dari mulai petik merah hingga penyortiran beras kopi. Nah, sisanya adalah saat kopi disangrai atau roasting, sebelum akhirnya disajikan dengan begitu terampil oleh para barista.
Hal kedua yang cukup membuat hati ini adem adalah bahwa kopi punya penikmatnya masing-masing. Bang Wildan begitu mengapresiasi kedai coffeephile yang berani untuk belajar – menjelalajahi berbagai rasa kopi nusantara, khususnya Sumsel – Terlebih mengedukasi para pelanggannya dari A sampai Z tentang kopi, “Jangan takut salah apalagi ga Pe-de” ujarnya.
*pour over: teknik menyeduh kopi dengan mengalirkan air melewati bubuk kopi dengan penyaring (umumnya berbahan kertas)

Kedai Kopi Terfavorit di Sumsel

Berkunjung ke Kota Palembang, Sumatera Selatan, tak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi kedai kopi yang satu ini. Kedai kopi yang dic...